--- SELAMAT DATANG DI WEBSITE LEMBAGA STUDI ISLAM MADANI --- PESANTREN MADANI KOTA CIMAHI --- YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM MADANI KOTA CIMAHI JAWA BARAT INDONESIA --- TELP. 085624018800 ATAU 082117533596 ---

Kamis, 20 Oktober 2011

ILMU KALAM


IBNU THUFAIL

  1. Riwayat Hidup dan Karyanya

Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibnu ‘Abd Al-Malik ibnu Muhammad ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Cadix, propinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H / 1110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Dalam bahasa latin ia popular dengan sebutan Abu Bacer.
Sebagai filosof-filosof Muslim di masanya (juga filosof-filosof Yunani), Ibnu Thufail juga memiliki disiplin ilmu dalam berbagai bidang kedokteran, matematika, astronomi, dan penyair yang sangat terkenal dari Dinasti Al-Muwahhid Spanyol. Ia memulai kariernya sebagai dokter praktik di Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia diangkat menjadi sekretaris gubernur di provinsi itu. Kemudian, ia diangkat menjadi sekretaris pribadi Gubernur Geuta dan Tangier oleh putra Al-Mu’min, penguasa Al-Muwahhid Spanyol. Selanjutnya ia diangkat menjadi dokter dan sekaligus menjadi qadhi.
Pada masa Khalifah Abu Ya’cub Yusuf, Ibnu Thufail mempunyai pengaruh yang besar dalam pemerintahan. Pada pihak lain, Khalifah sendiri pencinta ilmu pengetahuan dan secara khusus adalah peminat filsafat serta memberi kebebasan berfilsafat. Sikapnya itu menjadikan pemerintahannya sebagai pemuka pemikiran filosofis dan membuat Spanyol, seperti dikatakan R. Briffault, sebagai “tempat kelahiran kembali negeri Eropa. Adapun posisi Ibnu Thufail disini adalah pakar dalam pemikiran filosofis dan ilmiah (sains) tersebut.
Karya tulis Ibnu Thufail yang dikenal orang sedikit sekali. Karyanya yang terpopuler dan masih dapat ditemukan sampai sekarang ialah Hayy ibn Yaqzhan (Roman Philosophique), yang judul lengkapnya Risalat Hayy ibn Yaqzhan fi Asrar al-Hikmat al-Masyriqiyyat.

  1. Filsafatnya

Untuk memaparkan pandangan-pandangan filsafatnya, Ibnu Thufail memilih metode khusus dalam bentuk kisah filsafatnya, dalam bukunya yang terkenal Hayy ibn Yaqzhan. Kisah ini ditulis oleh Ibnu Thufail sebagai jawaban atas permintaan seorang sahabatnya yang ingin mengetahui hikmah ketimuran (al-Hikmat al-Masyriqiyyat). Selain itu, berat dugaan tulisan Ibnu Thufail ini erat kaitannya dengan serangan Al-Ghazali terhadap dunia filsafat. Dikala itu, orang-orang takut berfilsafat dan usaha-usaha para filosof Muslim yang telah mendamaikan filsafat dengan Agama telah sirna sama sekali. Buku Ibnu Thufail ini ingin menetralisasi keadaan dan ingin mengembalikan filsafat ke tempat yang semula, yakni filsafat bukanlah “barang” haram. Pada sisi lain, agar filsafat dapat dimengerti oleh orang-orang awam, filsafat dikomunikasikan lewat kisah yang amat menarik. Biasanya komunikasi melalui kisah (cerita), diminati, dan cepat diterima. Dengan demikian, bila hal ini dapat diterima, tujuan yang hendak dicapai Ibnu Thufail melebihi akibat serangan Al-Ghazali, yakni ingin memasyarakatkan filsafat.
Dalam kisah tersebut dapat dilihat pendirian Ibnu Thufail tentang hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan antara akal dan agama. Menurut Ibnu Thufail banyak menulis buku yang ditujukan bagi orang-orang awam, akibatnya ia mempunyai pendirian “dua muka” (munafik). Dalam buku Tahafut al-Falasifat, Al-Ghazali mengafirkan para filosof Muslim yag berpendapat bahwa di akhirat nanti yang akan menerima pembalasan kesenangan (surga) atau kesengsaraan (neraka) adalah rohani semata. Namun, dalam buku al-Mizan dan al-Munqiz min al-Dhalal, ia membenarkan dan menerima pendapat para filosof Muslim yang ia kafirkan itu. Dengan demikian, berarti Al-Ghazali   mengafirkan dirinya sendiri. 

1.      Metafisika (Ketuhanan)
Dari hasil pengamatan dan pemikiran tentang alam semesta serta pengalaman hidupnya, Hayy sampai pada suatu saat kepastian bahwa alam ini diciptakan oleh Allah. Dengan akalnya, ia telah mengetahui adanya Allah. Dalam membuktikan adanya Allah Ibnu Tufail mengemukakan tiga argumen, yaitu sebagai berikut :
a)      Argumen gerak (al-harakat)
Gerak alam ini menjadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam baharu maupun bagi orang yang meyakini alam kadim. Bagi orang yang meyakini alam baharu (hadits),  berarti alam ini sebelumnya tidak ada. Untuk menjadi ada mustahil dirinya sendiri mengadakan. Oleh karena itu, mesti ada penciptaannya. Pencipta inilah yang alam dari tidak ada menjadi ada, yang disebutnya dengan Allah. Sementara itu, bagi orang yang meyakini alam kadim, alam ini tidak didahului oleh tidak ada selalu ada gerak alam ini kadim, tidak berawal dan tidak berakhir. Karena zamantidak mendahuluinya, arti kata gerak ini tidak didahuluinoleh diam. Adanya gerak ini menunjukkan secara pasti adanya Penggerak (Allah).
b)      Argumen Materi (al-madat) dan bentuk (al-shurat)
Argumen ini, menurut ibnu tufail dapat membuktikan adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam kadim maupun hadisnya. Argumen ini didasasrkan pada ilmu fisika dan masih ada korelasinya dengan dalil yang pertama (al-harakat). Hal ini dikemukakan oleh ibnu tufail dalam kumpulan pokok pikiran yang terkait antara satu dengan lainnya, yakni sebagai berikut:
  • Segala yang ada ini tersusun dari materi dan bentuk
  • Setiap materi membutuhkan bentuk
  • Bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak
  • Segala yang ada (maujud) untuk bereksistensi membutuhkan pencipta.
c)      Argumen al-Ghaiyyat dan al-‘inayat al-Ilahiyyat
Argumen ini berdasarkan pada kenyataan bahwa segala yang ada di alam ini mempunyai tujuan tertentu. Ini merupakan inayah dari Allah. Argumen ini pernah dikemukakan Al-Kindi dan Ibnu Sina sebelumnya. Tampaknya, argumen ini lebih banyak diilhami oleh ajaran Islam. Tiga ‘illat (sebab) yang dikemukakan oleh Aristoteles, al-madat (materi), al-shurat (bentuk), dan al-fa’ilat (pencipta) dilengkapi oleh Ibnu Sina dengan ‘illat al-ghaiyyat (sebab tujuan).

Kendatipun sifat identik dengan zat, Ibnu Thufail masih membuat rincian sifat Allah yang ia bagi pada dua kelompok :
1)      sifat-sifat yang menetapkan wujud zat Allah, seperti ilmu, kudrat, dan hik,ah. Sifat-sifat ini adalah zat-Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al-qudama (berbilangnya yang kadim), sabagaimana paham Mu’tazilah.
2)      Sifat salab, yakni sifat-sifat yang menafikan paham kebendaan dari zat Allah. Dengan demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.

2.      Fisika
Menurut Ibnu Thufail alam ini kadim dan juga baharu. Alam kadim karena Allah menciptakannya sejak azali, tanpa didahului oleh zaman (taqaddum zamany). Dilihat  esensinya, alam adalah baharu karena terwujudnya alam (ma’lul) bergantung pada zat Allah (‘illat). Pandangan Ibnu Thufail mengenai kadim dan baharunya alam, tampaknya merupakan kompromi antara pendapat Aristoteles yang menyatakan alam kadim dengan ajaran kaum ortodok Islam yang menyatakan alam baharu.
Firman Allah : “Sesungguhnya keadaan-Nya, apabila Ia menghendaki sesuatu hanyalah berfirman kepada-Nya jadilah, maka terjadilah ia. (Q.S. Yasin [36] : 50).

3.      Jiwa  
Jiwa manusia, menurut Ibnu Thufail, adalah makhluk yang tertinggi martabatnya. Manusia terdiri dari dua unsur, yakni jasad dan roh (al-madat wa al-ruh). Badan tersusun dari unsur-unsur, sedangkan jiwa tidak tersusun. Jiwa bukan jisim dan bukan pula suatu daya yang ada di dalam jisim. Setelah badan hancur atau mengalami kematian. Jiwa lepas dari badan, dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal Allah selama berada dalam jasad akan hidup dan kekal.      
Menurut Ibnu Thufail (juga filosof muslim sebelumnya) jiwa terdiri dari tiga tingkat : dari yang rendah jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyyah), ke tingkat yang lebih tinggi jiwa hewan (al-nafs al-hayawaniyyat), kemudian ke tingkat jiwa yang martabatnya lebih tinggi dari keduanya jiwa manusia (al-nafs al-natiqat).
Mengenai keabadian jiwa manusia dan hubungannya dengan Allah, Ibnu Thufail mengelompokkan jiwa dalam tiga keadaan berikut:
a.       Jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah, mengagumi kebesaran dan keagungan-Nya, dan selalu ingat kepada-Nya, maka jiwa seperti ini akan kekal dalam kebahagiaan.
b.      Jiwa yang telah mengenal Allah, tetapi melakukan maksiat dan melupakan Allah, jiwa seperti ini akan abadi dalam kesengsaraan.
c.       Jiwa yang tidak pernah mengenal Allah selama hidupnya, jiwa ini akan berakhir seperti hewan.

4.      Epistemologi
Dalam epistemologi, Ibnu Thufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari pancaindra. Dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan indrawi. Hal-hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal intuisi. Ma’rifat dilakukan para filosof Muslim, dan kasyf ruhani (tasawuf), seperti yang biasa dilakukan oleh kaum sufi. Kesesuaian antara nalar dan intuisi membentuk esensi epistemologi Ibnu Thufail.
Ma’rifat dengan kasyf ruhani, menurut Ibnu Thufail, dapat diperoleh dengan latihan-latihan rohani dengan penuh kesungguhan. Semakin tinggi latihan ini, ma’rifat akan semakin jelas, dan berbagai hakikat akan tersingkap. Sinar terang yang akan menyenangkan, akan melingkup orang yang melakukannya. Jiwanya menjadi sadar sepenuhnya dan mengalami apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, dirasa oleh hati. Kasyf ruhani merupakan ekstase yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata sebab kata-kata hanya merupakan simbol-simbol yang terbatas pada pengamatan indrawi.

5.      Rekonsiliasi (tawfiq) antara Filsafat dan Agama
Melalui roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan, Ibnu Thufail menekankan bahwa antara filsafat dan agama tidak bertentangan, dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan wahyu.
 Allah tidak hanya dapat diketahui dengan wahyu, tetapi juga dapat diketahui dengan akal Hayy yang bebas dari pengaruh ajaran nabi, dapat sampai ke tingkat tertinggi dari ma’rifat terhadap Allah, melalui akalnya dan melalui kasyf ruhani yang ia peroleh dengan jalan latihan kerohanian, seperti berpuasa, shalat, dan lainnya.
Ibnu Thufail menyadari, mengetahui, dan berhubungan dengan Allah melalui pemikiran akal murni, yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang khusus (ahl al-ma’rifat). Orang awam tidak mampu melakukannya. Justru itu, bagi orang awam sangat diperlukan adanya ajaran agama yang dibawa oleh nabi.



Tidak ada komentar: