--- SELAMAT DATANG DI WEBSITE LEMBAGA STUDI ISLAM MADANI --- PESANTREN MADANI KOTA CIMAHI --- YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM MADANI KOTA CIMAHI JAWA BARAT INDONESIA --- TELP. 085624018800 ATAU 082117533596 ---

Sabtu, 04 Februari 2012

KONSEP LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



KONSEP LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Ujian Tengah Semester Pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Program Studi Pendidikan Islam
Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam



Oleh:
Khambali
NPM 20010011005



Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, MA
Sobar Al Ghazal, Drs., M.Pd













PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
B A N D U N G
1433 H / 2012 M




KONSEP LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh Khambali
NPM 20010011005


ABSTRAK

Lembaga pendidikan yang baik dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Selanjutnya apa dan bagaimana lembaga pendidikan yang diharapkan itu, sehingga tercapainya tujuan pendidikan? Dari pertanyaan tersebut, penulis merumuskan lembaga pendidikan yang mempengaruhi keberhasilan dan ketercapaian tujuan pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islami. Lembaga pendidikan yang dimaksud adalah  lembaga pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah), dan nonformal (masyarakat) sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebab lembaga/institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. (1) Keluarga, sebagai lembaga informal harus menjadi lembaga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.      (2) Sekolah atau madrasah, sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peran penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan Islam. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri. (3) Masyarakat, sebagai lembaga pendidikan nonformal, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, ketiga lembaga pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan ajaran Islam. Dengan keterpaduan seperti itu, diharapkan amar ma’ruf nahi munkar dalam komunitas masyarakat tersebut dapat ditegakkan sehingga terwujudlah masyarakat yang diberkahi dan tatanan masyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.

KATA KUNCI: Konsep, Lembaga dan Pendidikan Islam.


PENDAHULUAN
Lembaga pendidikan yang baik dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lembaga pendidikan harus diciptakan sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam literatur pendidikan, lembaga pendidikan biasanya disamakan dengan institusi pendidikan. Meskipun kajian ini tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits secara eksplisit, akan tetapi terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan adanya lembaga pendidikan tersebut. Selain itu, dalam merumuskan konsep lembaga pendidikan Islami yang baik, maka diperlukan pendapat dari para pakar pendidikan, khususnya pakar pendidikan Islami. Oleh karenanya, dalam kajian pendidikan Islam pun, lembaga pendidikan Islami mendapat perhatian.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lembaga pendidikan Islam, maka perlu dilakukan kajian yang komprehensif dan mendalam tentang lembaga pendidikan tersebut dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Makalah ini sengaja disusun sebagai syarat dalam mengikuti ujian tengah semester. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca sehingga apa yang diharapkan dapat terpenuhi dengan baik.


PEMBAHASAN
KONSEP LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM YANG BAIK
A.    PENGERTIAN LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan adalah suatu institusi di mana pendidikan itu berlangsung. Lembaga tersebut akan mempengaruhi proses pendidikan yang berlangsung. Dalam beberapa sumber bacaan kependidikan, jarang dijumpai pendapat para ahli tentang pengertian lembaga pendidikan Islam. Menurut Abuddin Nata (2005) dalam buku Filsafat Pendidikan Islam mengungkapkan bahwa kajian lembaga pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lembaga pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan Islam adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-Islaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Sebagaimana yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam Al-Qur’an tidak dikemukakan penjelasan tentang lembaga pendidikan Islam tersebut, kecuali lembaga pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para sastrawan, madrasah, dan universitas. Meskipun lembaga seperti itu tidak disinggung secara langsung dalam Al-Qur’an, akan tetapi Al-Qur’an juga menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lembaga sebagai tempat sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam Al-Qur’an sebanyak 52 kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari Allah (Q.S. An-Nisa (4): 72; QS. Al-A’raf (7):4; QS. Al-Isra’ (17) :16; QS. An-Naml (27) :34) sebagian dihubungkan pula dengan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai (QS. An-Nahl (16):112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para Nabi (Q.S. An-Naml (27): 56; QS. Al-A’raf (7):88; QS. Al-An’am (6):92). Semua ini menunjukkan bahwa lembaga (lingkungan) pendidikan berperan penting sebagai tempat kegiatan bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan Islam.

B.     MACAM-MACAM LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab lembaga pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. Dengan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat diselenggarakan menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
Pada periode awal, umat Islam mengenal lembaga pendidikan berupa kutab yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf Al-Qur’an lalu diajarkan pula ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Begitu di awal dakwah Rasulullah Saw., ia menggunakan rumah Arqam sebagai institusi pendidikan bagi sahabat awal (assabiqunal awwalun). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam mengenal adanya rumah, masjid, kutab, dan madrasah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan, atau disebut juga sebagai lingkungan pendidikan.
Pada perkembangan selanjutnya, institusi/lembaga pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga macam, yaitu: Pertama, keluarga, disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan luar sekolah, sebagai lembaga pendidikan informal; Kedua, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal; dan Ketiga, masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik. Ketiga institusi/lembaga pendidikan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1.      Lembaga/Institusi Keluarga (In-Formal)
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, kelurga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Bahkan Ki Hajar Dewantara, seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata (2005) dalam buku Filsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang permulaan. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak didik. Oleh karena itu, keluarga harus menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam.
Agar keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum dibangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Al-Qur’an memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang di dalam Al-Qur’an disebut baligh. Selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Kemudian tidak dibolehkan menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran Islam, yaitu syirik atau menyekutukan Allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan antara seorang pria suci dengan perempuan pezina. Selanjutnya, juga persyaratan kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, pendidikan dan sebagainya. Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, maka diharapkan akan tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya, salah satu di antaranya adalah mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah dan terhindar dari api neraka. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Tahrim (66) ayat 6, yaitu:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Karena besarnya peran keluarga dalam pendidikan, Sidi Gazalba, seperti yang dikutip Ramayulis (2002) dalam buku Ilmu Pendidikan Islam mengkategorikannya sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab. Oleh karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik berkenaan dengan ibadah, akhlak, dan sebagainya. Dengan begitu, kepribadian anak yang Islami akan terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan menentukan dalam proses pendidikan selanjutnya yang akan ia jalani.
Untuk memenuhi harapan tersebut, Al-Qur’an juga menuntun keluarga agar menjadi lembaga informal yang menyenangkan dan membahagiakan, terutama bagi anggota keluarga itu sendiri. Al-Qur’an memperkenalkan konsep kelurga sakinah, mawaddah, wa rahmah sesuai dengan firman Allah Swt pada Q.S. ar-Rum (30):21, yaitu:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Menurut Salman Harun (1999) dalam buku Mutiara Al-Qur’an; Aktualisasi Pesan Al-Qur’an dalam Kehidupan menyatakan bahwa, kata sakinah dalam ayat di atas diungkapkan dalam rumusan li taskunu (agar kalian memperoleh sakinah) yang mengandung dua makna, yaitu kembali dan diam. Kata itu terdapat empat kali dalam Al-Qur’an, tiga di antaranya membicakan malam. Pada umumnya, malam merupakan tempat kembalinya suami ke rumah untuk menemukan ketenangan bersama isterinya. Saat itu, akan tercipta ketenangan sehingga isteri sebagai tempat memperoleh penyejuk jiwa dan raga. Sementara mawaddah adalah cinta untuk memiliki dengan segenap kelebihan dan kekuarangannya sehingga di antara suami isteri saling melengkapi. Sedangkan rahmah berarti rasa cinta yang membuahkan pengabdian. Kata ini memiliki konotasi suci dan membuahkan bukti, yaitu pengabdian antara suami isteri yang tidak kunjung habis. Ketiga istilah inilah yang menjadi ikon keluarga bahagia dalam Islam, yaitu adanya hubungan yang menyejukkan (sakinah), saling mengisi (mawaddah), dan saling mengabdi (rahmah) antara suami dan isteri. Dengan demikian, keluarga harus menciptakan suasana edukatif terhadap anggota keluarganya sehingga tarbiyah Islamiyah dapat terlaksana dan menghasilkan tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

2.      Lembaga/Institusi Sekolah (Formal)
Sekolah atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. Bahkan sekolah bisa disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991) dalam buku Ilmu Pendidikan Islam menyebutkan bahwa disebut sekolah, jika dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.
Secara historis keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid. Sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Hanya saja, dalam mengajarkan suatu materi, terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran, hingga dalam bentuk perdebatan sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada sebagian pengunjung-pengunjung masjid.
Abuddin Nata (2005) dalam buku Filsafat pendidikan Islam menjelaskan bahwa di dalam Al-Qur’an tidak ada satu pun kata yang secara langsung menunjukkan pada arti sekolah (madrasah). Akan tetapi sebagai akar dari kata madrasah, yaitu darasa di dalam Al-Qur’an dijumpai sebanyak 6 kali. Kata-kata darasa tersebut mengandung pengertian yang bermacam-macam, di antaranya berarti mempelajari sesuatu (QS. Al-An’am (6): 105); mempelajari Taurat (QS. Al-A’raf (7): 169); perintah agar mereka (ahli kitab) menyembah Allah lantaran mereka telah membaca al-Kitab (QS. Ali Imran (3): 79); pertanyaan kepada kaum Yahudi apakah mereka memiliki kitab yang dapat dipelajari (QS. Al-Qalam (68): 37); informasi bahwa Allah tidak pernah memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka pelajari (baca) (QS. Saba’ (34): 44); dan berisi informasi bahwa al-Quran ditujukan sebagai bacaan untuk semua orang (QS. Al-An’am (6): 165). Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa kata-kata darasa yang merupakan akar kata dari madrasah terdapat dalam Al-Qur’an. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan madrasah (sekolah) sebagai tempat belajar atau lingkungan pendidikan sejalan dengan semangat Al-Qur’an yang senantiasa menunjukkan kepada umat manusia agar mempelajari sesuatu.
Di Indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah pesantren, madrasah dalam bentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), dan sekolah milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi UIN/IAIN. Semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan merupakan komponen pendidikan yang menjadi tempat atau lingkungan pendidikan, yang menurut Ahmad Tafsir (2006) bahwa secara konseptual lembaga pendidikan (sekolah) dibentuk untuk melakukan proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Tiga tujuan setidaknya ingin dicapai melalui sekolah yakni moralitas (akhlak), civic (cinta tanah air), dan berpengatahuan. Lebih lanjut, Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa untuk pendidikan untuk masa depan dan kecenderungan abad ke-21 ialah terjadinya globalisasi dan pasar bebas menuntut tambahan kemampuan lulusan sebuah lembaga pendidikan. Dunia yang tanpa batas (borderless word), pasar bebas (WTO-word trade organization) telah diciptakan, dan tatanan dunia baru telah lahir. Namun demikian, dunia pendidikan Indonesia masih menghadapi tiga masalah besar, yaitu; sistem yang terlalu kaku, budaya korup (peringkat 2 dunia), dan belum berorientasi pada pemberdayaan dan mengantisipasi abad 21. Model Sekolah abad 21 haruslah menekankan pada kompetensi, pendidikan agama sebagai landasan terbentuknya karakter dan kepribadian; bahasa Inggris aktif; pendidikan sains; dan pendidikan keterampilan.
3.      Lembaga/Institusi Masyarakat (Non-formal)
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut.
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1995) dalam buku Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, mengungkapkan bahwa tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran/amar ma’ruf nahi munkar (Qs. Ali Imran (3):104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu.
Hasan bin Ali Hasan Al-Hijazy (2001) dalam buku Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, dikemukakan bahwa Ibn Qayyim mengungkapkan istilah tarbiyah ijtimaiyah atau pendidikan kemasyarakatan. Menurutnya tarbiyah ijtimaiyah yang membangun adalah yang mampu menghasilkan individu masyarakat yang saling mencintai sebagian dengan sebagian yang lainnya, dan saling mendoakan walaupun mereka berjauhan. Antara anggota masyarakat harus menjalin persaudaraan. Dalam hal ini, ia mengingatkan dengan perkataan hikmah, yaitu: orang yang cerdik ialah yang setiap harinya mendapatkan teman dan orang yang dungu ialah yang setiap harinya kehilangan teman”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai lembaga/ institusi pendidikan nonformal yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lembaga informal seperti keluarga, orang tua harus memilih lembaga nonformal yakni masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut.
Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lembaga pendidikan nonformal, maka setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.

C.    REKOMENDASI BAGI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga lembaga pendidikan, yakni lembaga informal, informal dan nonformal di atas, perlu bekerja sama secara harmonis. Orang tua di tingkat keluarga harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya, terutama dalam aspek keteladanan dan pembiasaan serta penanaman nilai-nilai. Orang tua juga harus menyadari tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya tidak sebatas taat beribadah kepada Allah semata, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah khusus lainnya, akan tetapi orang tua juga memperhatikan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada dalam Islam. Termasuk di antaranya mempersiapkan anaknya memiliki kemampuan/keahlian sehingga ia dapat menjalankan hidupnya sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah fil ardhi serta menemukan kebahagiaan yang hakiki, dunia akhirat. Selain itu, orang tua juga dituntut untuk mempersiapkan anaknya sebagai anggota masyarakat yang baik, sebab, masyarakat yang baik berasal dari individu-individu yang baik sebagai anggota dari suatu komunitas masyarakat itu sendiri. Mengenai hal ini, Allah Swt. juga telah menegaskan dalam QS. Ar-Ra’du (13):11, yaitu:
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Menyadari besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak, maka orang tua juga seyogyanya bekerja sama dengan lembaga formal, seperti sekolah atau madrasah sebagai lingkungan pendidikan formal untuk membantu pendidikan anak tersebut. Dalam hubungannya dengan sekolah, orang tua mesti berkoordinasi dengan baik dengan sekolah tersebut, bukan malah menyerahkan begitu saja kepada sekolah. Sebaliknya, pihak sekolah juga menyadari bahwa peserta didik yang ia didik merupakan amanah dari orang tua mereka sehingga bantuan dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan. Kemudian sekolah juga harus mampu memberdayakan masyarakat seoptimal mungkin, dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang diterapkan.
Begitu pula masyarakat pada umumnya, harus menyadari pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang dimulai dari tingkat keluarga hingga kepada sekolah serta lembaga-lembaga pendidikan nonformal lainnya dalam upaya pencerdasan umat. Sebab antara pendidikan dengan peradaban yang dihasilkan suatu masyarakat memiliki korelasi positif, semakin berpendididikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula peradaban yang ia hasilkan; demikian sebaliknya. Jadi, dibutuhkan pendidikan terpadu antara ketiga lembaga pendidikan tersebut. Dengan keterpaduan ketiganya diharapkan pendidikan yang dilaksanakan mampu mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pendidikan terpadu seperti inilah yang diinginkan dalam perspektif pendidikan Islam. Bahkan prinsip integral (terpadu) menjadi salah satu prinsip dalam sistem pendidikan Islam. Prinsip ini tentu tidak hanya keterpaduan antara dunia dan akhirat, individu dan masyarakat, atau jasmani dan rohani; akan tetapi keterpaduan antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga termasuk di dalamnya.


KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan (informal, formal, dan nonformal) sangat berperan dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebab lembaga/institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum lembaga/institusi tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga, sebagai lembaga informal harus menjadi lembaga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut. Sementara sekolah atau madrasah juga, sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peran penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan Islam. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri. Begitu pula masyarakat, sebagai lembaga pendidikan nonformal, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, ketiga lembaga pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan ajaran Islam. Dengan keterpaduan seperti itu, diharapkan amar ma’ruf nahi munkar dalam komunitas masyarakat tersebut dapat ditegakkan sehingga terwujudlah masyarakat yang diberkahi dan tatanan masyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman An-Nahlawi. (1995). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Penj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press.

Abuddin Nata. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. (1991) Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Ahmad Tafsir. (2006). Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Departemen Agama RI. (1999). Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra.

Depdiknas, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Hasan bin Ali Hasan Al-Hijazy. (2001). Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim, Penj. Muzaidi Hasbullah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

HM. Arifin. (1991). Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Salman Harun. (1999). Mutiara Al-Qur’an; Aktualisasi Pesan Al-Qur’an dalam Kehidupan. Jakarta: Kaldera.

Zakiah Daradjat. (1992). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar: