AMTSALUL QUR’AN
(PERMISALAN-PERMISALAN
DALAM AL-QUR’AN)
Oleh Khambali
ABSTRAK
Dalam memahami
Al-Qur’an diperlukan beberapa pendekatan keilmuan, salah satunya adalah Ulumul
Qur’an yang memiliki sub-sub bidang kajian guna memahami Al-Qur’an. Di antara sub tersebut adalah Amtsalul Qur’an
(perumpamaan-perumpamaan dalam
Al-Qur’an), yaitu permisalan dalam ayat Al-Qura’n atau ayat yang
menggunakan siyaqul kalam tamsiliyyah dengan pengungkapan yang menakjubkan dan
mengandung hikmah atau pelajaran di dalamnya. Dalam hal ini, ulama menggunakan
istilah Amtsalul Qur’an untuk mempermudah dalam mengungkap materi yang menjadi
fokus tujuan ayat tersebut sehingga dengan amtsalul Qur’an dapat mengungkap
hakikat, makna, dan tujuan Al-Qur’an. Amsal mempunyai rukun-rukun atau
unsur-unsur, antara lain Wajhu Syabah/ segi perumpamaan, Adaatu Tasybih/ alat
yang dipergunakan untuk tasybih, Mussyabbah/ yang diserumpamakan, dan Musyabbah
Bih/ sesuatu yang dijadikan perumpamaannya. Adapun macam-macam amsal terdiri dari tiga bagian yaitu, amsal
musarrahah, amsal kaaminah, dan amsal mursalah yang masing-masing mempunyai
perbedaan diri sendiri. Adapun membuat masal ataupun perumpamaan Al-Qur’an dengan digunakan dengan
percakapan sehari-hari/ bergurau tidak diperbolehkan, karena tujuan Al-Qur’an
turun bukan hanya untuk masalah amsal, melainkan al-Qur’an untuk direnungi dan
dipikirkan secara mendalam serta diamalkan dalam kehidupan keseharian umat
Islam. Makalah ini mencoba memaparkan teori dasar Amtsalul Qur’an serta berbagai
pemikiran ulama dan hikmah-hikmah yang terkandung di balik pemisalan tersebut.
KATA KUNCI : Amstal dan Al-Qur’an
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci yang
sempurna yang mengandung semua hal dalam kehidupan manusia, baik kehidupan
dunia yang berupa tuntunan ibadah, pergaulan dalam keluarga dan masyarakat,
cerita-cerita umat terdahulu, maupun kehidupah akhirat berupa hari kiamat,
surga, neraka dan lainnya. Dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal yang
samar dan abstrak. Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya mengandalkan
akalnya saja. Sehingga sering kali ayat-ayat tersebut diperumpamakan dengan hal-hal
yang konkret agar manusia mampu memahaminya. Untuk memahami itu semua, maka perlu adanya ilmu yang menjelaskan tentang
perumpamaan dalam Al-Qur’an
agar manusia mampu mengambil pelajaran dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut.
Karena itulah penulis mencoba menjelaskan tentang ilmu tersebut, yaitu Ilmu Amtsal Al-Qur’an.
Hakikat-hakikat yang tinggi makna dan
tujuannya akan lebih menarik jika dituangkan dalam kerangka ucapan yang baik
dan mendekatkan kepada pemahaman, melalui analogi dengan sesuatu yang telah
diketahui secara yakin. Tamtsil (membuat permisalan, perumpamaan)
merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup
dan mantap di dalam pikiran, dengan cara menyerupakan sesuatu yang ghaib dengan
sesuatu yang hadir, sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang kongkrit, dan
dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa. Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik dan
mempesona oleh tamsil. Karena itulah maka tamsil lebih dapat
mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuat akal merasa
puas dengannya. Tamsil adalah salah satu uslub Al-Qur’an dalam
mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatan.[1]
Rasulullah
Saw. pun pernah bersabda tentang kedudukan amtsal dalam Al-Qur’an, Rasulullah Saw.
bersabda dalam hadits riwayat Abu Hurairah[2]:
إنَّ الْقُرْأَنَ نَزَلَ
عَلَى خَمْسَةِ أَوْجُهٍ حَلَالٍ وَ حَرَامٍ وَ مُحْكَمٍ وَ مُتَشَابِهٍ وَ
أَمْثَالٍ فَاعْلَمُوْا بِالْحَلَالِ وَاجْتَنِبُوْا الْحَرَامَ وَاتَّبِعُوْا
الْمُحْكَمَ وَأَمِنُوْا بِالْمُتَشَابِهِ وَاعْتَبِرُوْا بِالْأَمْثَالِ
Sesungguhnya Al-Qur’an turun dengan menggunakan lima sisi:
halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal. Kerjakanlah kehalalannya; tinggalkanlah keharamannya; ikutilah muhkamnya; imanilah
mutasyabihnya; dan ambillah pelajaran dari amtsalnya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amstal
Secara
etimologi, kata amtsal adalah bentuk jamak dari matsal, mitsl
dan matsil adalah sama dengan syabah, syibh, dan syabih,baik
lafadz maupun maknanya. Sedangkan pengertian amtsal secara terminologi ada beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ulama’[3], yaitu:
1.
Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu adab adalah:
وَالْمِثْلُ فِي الْأَدَبِ
قَوْلٌ مُحْكِيٌّ سَائِرٌ يُقْصَدُ بِهِ تَشْبِيْهُ حَالِ الَّذِي حُكِىَ فِيْهِ
بِحَالِ الَّذِي قِيْلَ لِأَجْلِهِ.
Mitslu dalam ilmu adab adalah ucapan yang disebutkan
untuk menggambarkan ungkapan lain yang dimaksudkan untuk menyamakan atau
menyerupakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang
dituju.
2.
Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu bayan adalah:
الْمَجَازُ الْمُرَكَّبُ
الَّذِي تَكُوْنُ عَلَاقَتُهُ الْمُشَابِهَةُ مَتَى فَشَا إِسْتِعْمَالُهُ
Yaitu majas/kiasan yang majemuk yang mana keterkaitan antara yang disamakan
dengan asalnya adalah penyerupaan. Maka bentuk amtsalmenurut definisi ini adalah
bentuk isti’aarah
tamtsiiliyyah, yakni
kiasan yang menyerupakan. Seperti[4]:
وَمَا الْمَالُ
وَالْأَهْلُوْنَ إِلِّا وَدَائِعُ ◊ وَلَا بُدَّ يَوْمًا أَنْ تُرَدَّ
الْوَدَائِعُ
Tiadalah
harta dan keluarga melainkan bagaikan titipan; pada suatu hari titipan itu
pasti akan dikembalikan. Dalam syair tersebut, tampak jelas penyair
menyerupakan harta dan keluarga dengan benda titipan yang dititipkan oleh
seseorang kepada kita, yang sama-sama bisa diambil sewaktu-waktu oleh orang
yang menitipkannya.
3.
Sebagian ulama’ ada juga
yang menyatakan pengertian mitslu adalah:
إِنَّهُ إِبْرَازُ
الْمَعْنَى فِي صُوْرَةٍ حِسِّيَةٍ تَكْسِبُهُ رَوْعَةً وَ جَمَالًا
Mengungkapkan suatu
makna yang abstrak dalam bentuk sesuatu yang konkret yang elok dan indah.
Contohnya seperti ungkapan الْعِلْمُ نُوْرٌ (ilmu itu
seperti cahaya). Dalam hal ini adalah menyamakan ilmu yang bersifat abstrak
dengan cahaya yang konkret, yang bisa diindera oleh penglihatan. Amtsal menurut definisi ini tidak disyaratkan
adanya asal cerita juga tidak harus adanya majaz
murakkab.Melihat dari pengertian-pengertian mitslu di atas, maka amtsal al-Qur’an setidaknya berupa penyamaaan keadaan suatu hal dengan keadaan hal yang lain. Penyerupaan tersebut baik dengan cara isti’arah (menyamakan tanpa menggunakan adat tasybih), tasybih sharih (menyamakan yang jelas dengan adanya adat tasybih), ayat-ayat yang menunjukkan makna yang indah dan singkat, atau ayat-ayat yang digunakan untuk menyamakan dengan hal lain. Karena itulah, kesimpulan akhir dalam mendefinisikan amtsal al-Qur’an adalah:
إبْرَازُ الْمَعْنَى فِي
صُوْرَةٍ رَائِعَةٍ مُوْجِزَةٍ لَهَا وَقَعُهَا فِي الْنَّفْسِ سَوَاءٌ كَانَتْ
تَشْبِيْهًا أَوْ قَوْلًا مُرْسَلً
Menampakkan pengertian yang abstrak dalam bentuk
yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk tasybih maupun
majaz mursal (ungkapan bebas). Definisi
inilah yang relevan dengan yang terdapat dalam al-Qur’an, karena mencakup semua
macam amtsal al-Qur’an.
B. Unsur-unsur Amtsal
Sebagian ulama
mengatakan bahwa amtsal memiliki empat unsur[5],
yaitu:
1.
(وجه الشبه) Wajhu Syabah/ segi perumpamaan.
2.
(اداة التشبيه)
Adatu Tasybih/ alat yang dipergunakan untuk tasybih.
3.
(مشبه) Musyabbah/
yang diserumpamakan.
4.
(مشبه به)
Musyabbah bih/ Sesuatu yang dijadikan perumpamaan
Sebagai contoh,
pada firman Allah Swt. sebagai
berikut:
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui (QS. Al-baqarah : 261).
Wajhu Syabah yang terdapat pada ayat ini adalah “pertumbuhan yang
berlipat-lipat”. Adatu Tasybihnya adalah kata matsal.
Musyabbahnya adalah infaq atau shadaqah di jalan Allah. Sedangkan musyabbah
bihnya adalah benih.
C. Macam-macam Amtsal Dalam Al-Qur’an
Secara garis besar, amtsal Al-Qur’an terbagi menjadi dua. Pertama perumpamaan yang disebutkan
secara jelas dan tegas. Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Al-Itqan menyebutnya sebagai matsal zhahir musharrah bih. Sedangkan yang kedua disebutkan secara tersirat (matsal kamin)[6]. Namun apabila diamati secara seksama maka Amtsal Al-Qur’an bisa dibagi menjadi tiga macam, yaitu Amtsal
Musharrahah, Amtsal Kaminah dan Amtsal Mursalah[7]. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.
Amtsal Musharrahah
ialah matsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafadz matsal
atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Hal seperti ini banyak dalam Al-Qur’an.
Berikut ini beberapa di antaranya:
a).
Firman Allah mengenai orang-orang munafik;
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan
cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat. Mereka
tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),
Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar
suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Hampir-hampir
kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka
berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Baqarah : 17-20).
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 17-20 di atas, Allah
membuat dua perumpamaan (mastsal) bagi orang munafik; matsal yang
berkenaan dengan api (nari) dalam firman-Nya, “adalah seperti orang yang menyalakan api...”, karena di dalam api terdapat unsur cahaya; dan matsal yang
berkenaan dengan air (ma’i) ” Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan
lebat dari langit...”, karena di dalam air terdapat materi
kehidupan. Dari wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati
dan menghidupkannya.
Allah Swt. juga menyebutkan kedudukan dan
fasilitas orang munafik dalam dua keadaan. Di satu sisi, mereka bagaikan orang
yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka
memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi lain,
Islam tidak memberikan pengaruh “nur”-nya terhadap hati mereka,
karena Allah Swt. menghilangkan cahaya (nur) yang ada dalam api
itu, “Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,...”, dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. Inilah
perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Mengenai
matsal mereka yang berkenaan dengan air (ma’i), Allah Swt.
menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang disertai
gelap gulita, gemuruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia
meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga serta memejamkan mata, karena
takut petir menimpanya. Ini mengingat bahwa Al-Qur’an dengan segala peringatan,
perintah, larangan dan khitabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang
turun sambar-menyambar.
b). Allah menyebutkan pula dua macam matsal, ma’i
dan nari, dalam QS. Ar-Ra’d, bagi yang hak dan yang batil:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari
langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu
membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api
untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus
itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; Adapun yang memberi manfaat
kepada manusia, Maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan (QS. Ar-Ra’d : 17).
Wahyu yang diturunkan Allah Swt. dari langit
untuk kehidupan hati diserupakan denagn hujan yang diturunkan-Nya untuk
kehidupan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Dan hati diserupakan dengan lembah. Arus
air yang mengalir di lembah, membawa buih dan sampah. Begitu pula hidayah dan
ilmu, jika mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu syahwat, dengan
menghilangkannya. Inilah matsal ma’i dalam firman-Nya, “Dia
telah menurunkan air (hujan) dari langit...”. Demikianlah Allah membuat
matsal bagi yang hak dan batil.
Mengenai matsal nari, dikemukakan
dalam firman-Nya, “Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api...”.
Logam, baik emas, perak, tembaga, maupun besi. Ketika dituangkan ke dalam api,
maka api akan menghilangkan kotoran dan karat yang melekat padanya, dan
memisahkannya dari substansi yang dapat dimanfaatkannya, sehingga hilanglah
karat itu dengan sia-sia. Begitu pula dengan syahwat akan dilemparkan dan
dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mu’min sebagimana arus air menghanyutkan
sampah atau api melemparkan karat logam.
2. Amtsal Kaminah, yaitu matsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan
jelas lafadz tamtsil (permisalan), tetapi ia menunjukkan makna-makna
yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengarih
tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Contohnya sebagai
berikut:
A. Ayat-ayat yang senada dengan perkataan: خير الامور البسط (Sebaik-baik urusan
adalah pertengahannya), yaitu:
a) Firman Allah mengenai sapi betina:
Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar
Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu"(QS.
Al-Baqarah: 68).
b) Firman-Nya mengenai nafkah:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian (QS.
Al-Furqan: 67).
c) Firman-Nya mengenai shalat:
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah
Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu
dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu"I (QS. Al-Isra’ : 110).
d) Firman-Nya mengenai infaq:
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu
kamu menjadi tercela dan menyesal (QS. Al-Isra’ : 29).
B. Ayat yang senada dengan perkataan ليس الخبر كالمعاينة (Kabar itu tidak sama dengan menyaksikan
sendiri). Misalnya firman Allah Swt. tentang Ibrahim:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata:
"Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan
orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?"
Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap
mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah
empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman):
"Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian
itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan
segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Baqarah: 260).
C. Ayat yang senada dengan perkataan كما تدين تدان (Sebagaimana kamu telah menghutangkan, maka kamu
akan dibayar). Misalnya:
(Pahala
dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula)
menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan,
niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat
pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah (QS. An-Nisa : 123).
D. Ayat yang senada dengan perkataan لايلدغ المؤمن من جحرمرتين (Orang mukmin tidak akan disengat dua kali dari
lubang yang sama). Misalnya seperti pada firman Allah Swt. mengenai lisan
ya’kub:
Berkata Ya'qub: "Bagaimana aku akan
mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan
saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?". Maka Allah adalah Sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha
Penyanyang diantara Para Penyanyang (QS. Yusuf : 64).
3.
Al-Amtsal
Al-Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tdak menggunakan lafadz
tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai tasybih.
Berikut ini contoh-contohnya:
a). “Sekarang ini jelaslah kebenaran itu”
(QS. Yusuf : 51)
b). “Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu
selain dari Allah” (QS. An-Najm : 58).
c). “Telah diputuskan perkara yang kamu
berdua menanyakannya (kepadaku)” (QS. Yusuf : 41).
d). “Bukankah subuh itu sudah dekat?”
(QS. Hud : 81).
e). “Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa
oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya” (QS. Al-An’am : 67).
f). “Dan rencana yang jahat itu tidak akan
menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri” (QS. Fathir : 43).
g). “Katakanlah: ‘Tiap-tiap yang berbuat
menurut keadaannya masing-masing’”. (QS. Al-Isra’ : 84).
h). “Boleh jadi kamu membenci sesuatu
padahal ia amat baik bagimu” (QS. Al-Baqarah : 216).
i). “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas
apa yang telah diperbuatnya” (QS. Al-Muddatsir : 38).
j). “Adakah balasan kebaikan selain dari
kebaikan (pula)?” (QS. Ar-Rahman : 60).
k). “Tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)” (QS. Al-Mu’minun :
53).
l). “Amat lemahlah yang menyembah dan amat
lemah (pulalah) yang disembah” (QS. Al-Hajj: 73).
m). “Untuk kemenangan serupa ini hendaklah
berusaha orang-orang yang bekerja!” (QS. Ash-Shaffat : 61).
n). “Tidak sama yang buruk dengan yang baik”
(QS. Al-ma’idah : 100).
o). “Betapa banyak golongan yang sedikit
dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah” (QS. Al-baqarah :
249).
p). “Kamu kira mereka itu bersatu, sedang
hati mereka terpecah belah” (QS. Al-Hasyr : 14).
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat
yang mereka namakan amtsal mursalah[8], perbedaan pendapat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Sebagian ulama
menganggap amtsal mursalah telah keluar dari etika al-Qur'an. Menurut Ar-Razi
ada sebagaian orang-orang menjadikan ayat “lakum
dinukum wa liyadin/ untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. AL-Kafirun : 6). Sudah menjadi tradisi,
menjadikan ayat ini sebagai perumpamaan ketika mereka lalai dan tak mau menaati
perintah Allah/ meninggalkan agama Allah. Ar-Razi lebih lanjut mengatakan bahwa
hal tersebut tidak boleh dilakukan sebab Allah tidak menurunkan ayat ini untuk
dijadikan perumpamaan, tetapi untuk diteliti, direnungkan dan kemudian
diamalkan.
2.
Sebagian ulama lain beranggapan bahwa mempergunakan amtsal mursalah
itu boleh saja karena amtsal, termasuk amtsal mursalah lebih berkesan dan dapat
mempengaruhi jiwa manusia. Seseorang boleh saja menggunakan amtsal dalam
suasana tertentu. Misalnya, ia
sangat merasa sedih dan berduka karena tertimpa bencana, sedangkan sebab-sebab
tersingkapnya bencana tersebut telah terputus dari manusia, lalu ia mengatakan,
“Tidak ada yang menyingkapkannya selain dari Allah” (QS. An-Najm : 58). Atau ia
diajak untuk mengikuti ajaran yang sesat, maka ia menjawab, “untukmulah
agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. AL-Kafirun : 6). Tetapi berdosa
besarlah, jika seseorang yang dengan sengaja berpura-pura pandai, kemudian ia
menggunakan Al-Qur’an sebagai matsal, sampai-sampai ia terlihat bagai orang
yang sedang bergurau.
D. Faedah-faedah Amtsal
1.
Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal menjadi
bentuk kongkrit yang dapat dirasakan atau difahami oleh indra manusia. Misalnya Allah Swt. membuat matsal bagi
keadaan orang yang menafkahkan harta dengan riya’, padahal ia tidak akan
mendapatkan pahala sedikit pun dari perbuatannya tersebut;
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya
kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah).
mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. Al-Baqarrah : 264).
2.
Menyingkapkan hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak nampak
menjadi seakan-akan nampak. Misalnya;
“Orang-orang
yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila...” (QS. Al-Baqarah : 275).
3.
Mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan yang
padat, seperti contoh ayat pada amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
4.
Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh seperti apa yang
digambarkan dalam mastal, jika yang dicontohkan adalah amalan yang baik. Misalnya Allah Swt. membuat matsal bagi
keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan Allah Swt. Hal tersebut akan
memberikan kebaikan yang banyak;
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261).
5.
Menjauhkan (tanfir, kebalikan dari poin
4), jika isi matsal berupa sesuatu yang dibenci jiwa. Misalnya firman Allah
tentang larangan mengunjing;
“... dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya...”(QS. AL-Hujurat : 12).
6.
Untuk memuji orang yang diberi mastal. Seperti
pada firman-Nya tentang para sahabat;
“... Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman
itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)...” (QS. Al-Fath : 29). Demikianlah keadaan para
sahabat, pada mulanya mereka hanya golongan minoritas, kemudian tumbuh
berkembang hingga keadaannya semakin kuat dan mengagumkan hati karena kebesaran
mereka.
7.
Untuk menggambarkan (dengan matsal tersebut)
sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya
matsal tentang keadaan orang yang dikaruniai Kitabullah, tetapi ia tersesat
jalan hingga tidak mengamalkannya, dalam ayat;
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai
Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia
dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia
mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka
Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS. Al-A’raf : 175-176).
8.
Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih
efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan
lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak menyebut amtsal di dalam Al-Qur’an
untuk peringatan dan pelajaran. Ia berfirman;
Sesungguhnya
telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini Setiap macam perumpamaan
supaya mereka dapat pelajaran (QS. Az-Zumar : 27).
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (QS. Al-Ankabut : 43).
Nabi Muhammad Saw. juga membuat matsal dalam
haditsnya. Demikian juga pada da’i yang menyeru manusia kepada Allah Swt.
mempergunakannya di setiap masa untuk menolong kebenaran dan menegakkan hujjah.
Para pendidik pun menggunakannya dan menjadikannya sebagai media untuk
menjelaskan dan membangkitkan semangat, serta sebagai media untuk membujuk dan
melarang, memuji dan mencaci.
KESIMPULAN
Seperti
yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam
Al-Qur’an terdapat ayat-ayat tentang perumpamaan atau yang dalam istilah ulumul
Qur’an disebut dengan Amsal Al-Qur’an. Terdapat perbedaan pendapat mengenai hal
tersebut mulai dari ulama ahli adab, ahli bayan dan ahli tafsir, namun yang
menurut penulis lebih cocok dengan pengertian tersebut adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam bentuk yang
indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk tasybih maupun
majaz mursal (ungkapan bebas). Definisi inilah yang
relevan dengan yang terdapat dalam Al-Qur’an,
karena mencakup semua macam amtsal
al-Qur’an. Amsal juga
mempunyai rukun-rukun atau unsur-unsur, antara lain Wajhu Syabah/ segi
perumpamaan, Adaatu Tasybih/ alat yang dipergunakan untuk tasybih, Mussyabbah/
yang diserumpamakan, dan Musyabbah Bih/ sesuatu yang dijadikan perumpamaannya. Adapun
macam-macam amsal terdiri dari tiga bagian yaitu, amsal musarrahah, amsal
kaaminah, dan amsal mursalah yang masing-masing mempunyai perbedaan diri
sendiri. Adapun membuat masal ataupun perumpamaan Al-Qur’an dengan digunakan dengan
percakapan sehari-hari itu tidak diperbolehkan, karena tujuan Al-Qur’an turun
bukan hanya untuk masalah amsal, melainkan Al-Qur’an untuk direnungi dan
dipikirkan secara mendalam serta diamalkan dalam kehidupan keseharian umat
Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Maktabah Asy-Syamilah. Al-Itqan Fi ‘Ulumil
Qur’an. Juz 1. dan Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an.
Mana’Khalil
al-Qattan. 1992. Studi Ilmu-ilmu Qur’an.
Jakarta: Litera
AntarNusa.
Maulana, Rizka.
Amtsal Al-Qur’an (Pdf).
Nashruddin
Baidan. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[1] Manna’
Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Terj: Mabahits
fi ‘Ulumil Qur’an. PT. Litera AntarNusa. Jakarta,
1992, cet.ke-1, h. 397.
[2] Maktabah Asy-Syamilah. Al-Itqan
Fi ‘Ulumil Qur’an. Juz 1, hal:386.
[5] Rizka Maulan,
2007.Pdf.
[6] Maktabah Asy-Syamilah. Al-Itqan
Fi ‘Ulumil Qur’an. Juz 1,hal:387.
[7] Manna’
Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Terj: Mabahits
fi ‘Ulumil Qur’an. PT. Litera AntarNusa. Jakarta,
1992, cet.ke-1, h. 401-406.
[8] Lihat Balaghatul Qur’an, hal: 33 pada
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an,
Terj: Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an. PT. Litera
AntarNusa. Jakarta, 1992, cet.ke-1, h. 405-406.
2 komentar:
mantap gan.. ini nih yang ane carii.. makasih gan..
Menambah wawasan dan pengetahuan baru, jazakallah Khoiron
Posting Komentar