--- SELAMAT DATANG DI WEBSITE LEMBAGA STUDI ISLAM MADANI --- PESANTREN MADANI KOTA CIMAHI --- YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM MADANI KOTA CIMAHI JAWA BARAT INDONESIA --- TELP. 085624018800 ATAU 082117533596 ---

Kamis, 20 Oktober 2011

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA


UPAYA KELUARGA DALAM MEMBENTUK PRIBADI YANG MEMILIKI 
KEBERANIAN PADA ANAK 
Oleh Khambali
(ust.hambali@gmail.com)

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini yang berjudul “Upaya Keluarga Dalam Membentuk Pribadi Yang Memiliki Keberanian Pada Anak” untuk memenuhi syarat dalam mengikuti pemilihan mahasiswa berprestasi.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat kemampuan, sarana dan prasarana yang terbatas. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritiknya untuk memperbaiki kekurangan pembuatan makalah ini di masa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan sukses tanpa bantuan orang lain. Selain itu penyusun berharap agar penulisan makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Tak lupa penyusun ucapkan banyak terima kasih.



ABSTRAKSI

Judul   : Upaya Keluarga Dalam Membentuk Pribadi Yang Memiliki Keberanian Pada Anak

Kehidupan anak adalah kehidupan yang menarik. Perubahan-perubahan yang berlangsung pada setiap fase kehidupan seseorang mencerminkan terjadinya proses perkembangan. Dalam hal ini, salah satu persoalan menarik yang muncul dalam dunia anak-anak adalah peran orang tua dalam membentuk jiwa keberanian pada anak.
Keberanian harus dimiliki setiap manusia dalam kehidupannya. jika ingin menjadikan seorang anak yang mempunyai sikap amanat, jujur, dan ikhlas dalam kehidupannya, maka ia harus memperoleh pendidikan yang bentujuan untuk menjadi sosok yang berani agar mampu menyelamatkan kehidupan dan lingkungannya di masa yang akan datang.
Orang tua adalah orang yang pertama kali dalam membentuk jiwa keberanian pada anak. Secara kodrat orang tua bertugas mendidik dan membimbing anak-anaknya untuk memahami sifat dan perilaku dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagai orang tua merasa sangat prihatin dengan selalu seringnya mendengar anak-anaknya yang tidak mempunyai jiwa keberanian dalam kejujuran dan kebenaran. Bagaimana di masa yang akan datang  jika hal ini dibiarkan begitu saja, tanpa adanya perhatian dari semua pihak terutama orang tua. Karena salah satu tugas orang tua adalah untuk menjadikan anak-anaknya menjadi seseorang yang pemberani dalam hal kejujuran dan kebenaran.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang upaya yang dilakukan orang tua dalam hal mendidik dan membimbing anak-anaknya, yang dituangkan dalam judul “Upaya Orang Tua Dalam Membentuk Jiwa Keberanian Pada Anak”.

ABSTRACT

Title     : Upaya Keluarga Dalam Membentuk Pribadi Yang Memiliki Keberanian Pada Anak

Life of child is very interesting which changes on the every child life phases. To the reflect to be develop process. In this case, one of interest problem to appear in children world is parent actors to get brave spirit form on the child.
Every human being must brave spirit in his life. If he want to be a child who have be trusteeship, be patient and be sincere in his life therefore he must get education purposes to be brave figure, so that he able to save of life and his environment in the future.
The parent is the first person to get brave spirit form in a child. God’s omnipotence that parent function to educate and guide his children to comprehend the character and attitude in his life. As feeling parent is very concern with always heard his children who have not brave spirit in fair and the truth. How is in the future time if this problem allowed only eithout there are attention of whole side especially the parent because one of parent function is to get his children to be courangeous person in a fair and the truth.
Base on the statement above, the writwr interest to investigate this cases more advance about what resources parent to do educate and guide his children which is poured into the title, “Upaya Keluarga Dalam Membentuk Pribadi Yang Memiliki Keberanian Pada Anak”.





BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah orang yang pertama kali dalam membentuk kepribadian anak. Secara kodrat keluarga bertugas mendidik dan membimbing anak-anaknya untuk memahami sifat dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak lahir, si anak tumbuh dan berkembang di dalam keluarga. Karena seluruh keluargalah yang mula-mula dan pertama kali dalam mengisi pribadi anak. Terutama orang tua, yang harus mendidik dan membimbing tentang sifat dan perilaku, seperti keberanian dalam menghadapi segala hal yang akan ditemuainya dan harus ditanamkan kepada anak semenjak dini. Seperti pada kisah keberanian anak-anak yang hidup di zaman Rasulullah Saw.
“Ada sekumpulan anak-anak yang di bawah umur yang memaksa Rasulullah saw agar diizinkan ikut berperang bersama prajurit muslim melawan kaum kafir. Walaupun Rasulullah Saw melarang anak-anak ikut berperang, tetapi mereka memaksa, berlomba-lomba dan berebut agar diizinkan. Ketika Rasulullah Saw melihat tekad mereka yang begitu kuat dan bulat semangatnya, terpaksa mereka diberikan izin oleh Rasulullah Saw, dan ternyata anak-anak itu pun ikut berperang melawan kaum kafir yang tak kalah beraninya dengan para orang tuanya”. (irawati istadi, 2002:3)
Dalam hal keberanian cerita di atas, seringkali hanya dikonotasikan dengan peperangan, sehingga oleh sementara orang hanya dilekatkan kepada pundak laki-laki saja. Sementara jika anak perempuan cengeng, penakut dan lemah, dianggap sebagai kewajaran karena fisiknya. Pengertian ini diluruskan oleh seorang ahli tafsir Nashrruddin Baidan, dalam tafsir Bi al-ra’yi (Irawati istadi, 2002:4). Menurutnya, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama di bimbing dan dilatih menjadi generasi yang kuat.
Tentara sekuat apapun jika tanpa dukungan kakuatan motivasi wanita, bisa tak berarti apa-apa. Untuk bisa menjadi motivator yang baik tentu saja kaum wanitapun perlu memiliki keberanian dan kekuatan mental yang kokoh untuk tujuan pembentukan generasi penerus yang gagah dan berani. Itulah ajaran Islam memberikan tuntunan syari’at yang perlu diberikan kepada anak-anak yang dilatih sedini mungkin.
Di dalam kehidupan sehari-hari di tengah keluarga, anak dididik dan dan dilatih keberanian dalam menghadapi segala sesuatu atau benda yang ditakutinya. Untuk itu, orang tualah yang berperan sekali dalam membentuk keberanian pada anak.
Dewasa ini, keberanian dalam kejujuran dan kebenaran merupakan hal yang sangat langka sekali, karena tidak banyak orang tua yang memperhatikan betapa pentingnya menenamkan jiwa keberanian pada anak. Padahal, menanamkan jiwa keberanian meruapakan hal yang sangat penting untuk kehidupan anak-anak di masa yang akan datang.
Faktor keberanian dapat menjadikan sebuah masyarakat jauh lebih dinamis, unggul dan maju. Masyarakat butuh pada keberanian untuk melawan berbagai pengaruh negatif serta mencegah meluasnya keburukan dan kesesatan.
Hal di atas, menurut penulis sedikit menganjurkan agar para keluarga, terutama orang tua dalam hal mendidik anak sebaiknya didikalah mereka dengan keberanian yang ditanamkan sejak kecil. Agar dewasa kelak mereka siap dalam menghadapi serangan dari dalam maupun dari luar dengan sikap gagah berani.
Untuk itu, sebagaimana yang telah digambarkan di atas, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam kaitannya Upaya orang tua dalam membentuk jiwa keberanian pada anak yang dalam hal ini penulis mencoba menuangkannya dalam bentuk tulisan ilmiah, yaitu karya tulis ilmiah dengan judul : Upaya Keluarga Dalam Membentuk Pribadi Yang Memiliki Keberanian Pada Anak.

B.  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa masalah yang diangkat dan dikaji, yaitu sebagai berikut :
1.      Bagimana cara orang tua dalam membentuk pribadi yang memiliki keberanian pada anak?
2.      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukkan pribadi yang memiliki keberanian pada anak?
3.      Bagaimana cara orang tua dalam menerapkan pribadi yang memiliki keberanian pada anak melalui kisah-kisah kepahlawanan?

C.    Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini sesuai dengan rincian rumusan permasalahan di atas, yaitu :
1.    Mengetahui cara orang tua melatih pribadi yang berani pada anak?
2.    Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan pribadi yang berani pada anak?
3.    Mengetahui cara orang tua dalam menerapkan pribadi yang berani pada anak melalui kisah-kisah kepahlawanan?

D.    Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Diharapkan dapat dijadikan bahan bandingan bagi orang tua dan pendidik dalam membentuk pribadi yang memiliki keberanian pada anak.
2.      Dapat dijadikan pedoman baru bagi orang tua dan pendidik dalam membentuk pribadi yang memiliki keberanian pada anak.
3.      Dapat dijadikan tambahan teori baru bagi orang tua dan pendidik dalam membentuk pribadi yang memiliki keberanian pada anak.

E.     Metode dan Tehnik Penelitian
Untuk menghasilkan sebuah karya tulis, penulis hanya berusaha semaksimal mungkin dalam membahas permasalahan yang ada dengan metode dan tehnik pengumpulan data yang diambil dari :
1.      Landasan teori yang bersumber dari studi kepustakaan sebagai penunjang penyusunan makalah ini.
2.      Observasi melalui studi kepustakaan sebagai bahan acuan dalam penyusunan makalah ini.

F.     Sistematika Penulisan
Agar pembahasan dalam penulisan makalah ini terarah dan mendapatkan kesimpulan yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi, maka secara sistematis penelitian ini disusun sebagai berikut :
1.      Bab I, Pendahuluan terdiri dari : A). Latar Belakang Masalah, B). Perumusan Masalah, C). Tujuan Penulisan, D). Kegunaan Penelitian, E). Metode dan Taknik Penelitian, G). Sistematika Pembahasan.
2.      Bab II,   Landasan Teoritis terdiri dari : A). Konsep Keluarga, dan B). Pembentukan Kepribadian.
3.      Bab III, Landasan Praktis dan Pembahasan terdiri dari : A). Cara Orang Tua Dalam Melatih Jiwa Keberanian Pada Anak, B). Cara Orang Tua Dalam Menerapkan jiwa keberanian Pada Anak Melalui Kisah-kisah Kepahlawanan.
4.      Bab IV, Penutup terdiri dari : A). Kesimpulan, dan B). Rekomendasi









BAB II
LANDASAN TEORITIS

A.  Konsep Keluarga
1.    Arti keluarga
Pengertian keluarga menurut kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadarminta, 1986:561), keluarga adalah “1) sanak saudara yang bertalian oleh turunan atau nenk moyang, keluarfa semenda, sanak saudara yang bertalian oleh perkawinan; 2) orang seisi rumah; anak bini; batih”.
Sedangkan menurut G.P. Murdock (Harsojo, 1972:129)), pengertian keluarga adalah : “Kelompok manusia yang terikat oleh ikatan-ikatan perkawinan, ikatan darah atau adopsi, yang membentuk sebuah rumah tangga yang bertindak dan berhubungan dalam masing-masing perananya sebagai ayah, ibu, anak-anak yang membentuk dan memelihara kebudayaan”.
Departemen kesehatan RI (Nasrul Effendy, 1998:32), keluarga diartikan “unit terkecil dan masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempay di bawah suatu atap dalam keadaan ketergantungan”.
Salvicion Bailon dan Aracelis maglaya (Nasrul Effendy, 1998:32), mengemukakan keluarga adalah : “dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan”.
Dari beberapa definisi keluarga sebagaimana di kemukakan di atas, maka keluarga merupakan sekelompok masnusia yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut ;
a.       Kelompok tersebut terbentuk karena adanya hubungan darah atau keturunan.
b.      Kelompok tersebut terbentuk karena adanya adopsi atau pengangkatan secara hukum yang dapat dibenarkan.
c.       Antara anggota dalam keluarga menjadi interaksi dan saling ketergantungan.
d.      Adanya hidup bersama dengan status dan peran yang berbeda serta terjadi pewarisan kebudayaan.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah satu kesatuan unit masyarakat yang terbentuk karena adanya suatu ikatan perkawinan serta hubungan darah, dimana satu sama lain saling berhubungan dan berinteraksi.
Sebagai unit sosial terkecil, keluarga terdiri dari beberapa anggota, setidak-tidaknya ada ayah, ibu dan anak yang dalam konsep antropologi disebut keluarga inti atau keluarga batih (nuclear family). Karena setiap masyarakat memiliki sistem kekerabatan yang didasari pada sistem budaya yang dianut, maka anggota kaluarga menjadi luas dan tak terbatas, dalam konsep antropologi keluarga dengan anggota yang lebih luas ini disebut dengan kerabat (extended family).
Untuk menghindari meluasnya masalah pembahasan, maka pengertian keluarga yang dimaksud dalam makalah ini adalah pengertian keluarga batih (nuclear family). Keluarga sebagai unit sosial yang terkecil terdiri dari orang tua dan anak-anak. Orang tua bisa ayah dan ibu, atau hanya salah satu dari ayah atau ibu. Anak-anak bisa dapat diartikan anak kandung, anak tiri atau anak asuh yang hidup dalam satu atap atau berinteraksi secara intensif dan continous dengan orang tuanya.

2.    Peran dan Fungsi Keluarga
Sebagai tanggung jawab kepada orang tuanya (Nasrul Effendy, 1998:34), keluarga mengemban fungsi sebagai berikut :
a.         Fungsi Pendidikan
Dalam hal ini tugas kaluarga adalah menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan anak dan masa depan anak bila kelak dewasa nanti.

b.         Fungsi Sosialisasi
Tugas keluarga dalam menjalankan sosialisasi adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi pribadi anggota masyarakat yang baik.
c.         Fungsi Perlindungan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
d.        Fungsi Perasaan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga intuitif, merasakan perasaan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
e.         Fungsi Religius
Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan pada kahidupan lain setelah dunia ini.
f.          Fungsi Ekonomis
Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk memperoleh penghasilan dan mengatur penghasilan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
g.         Fungsi Rekreasif
Tugas keluarga dalam fungsi ini tidak selalu harus pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan kepribadian masing-masing anggotanya. Rekreasi dapat dilakukan di rumah dengan cara menonyon televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing dan sebagainya.

h.         Fungsi Biologis
Tugas utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus yang akan datang.

B.  Pembentukan Kepribadian
1.    Pengertian Kepribadian
Secara etiomolgi kepribadian diartikan sebagai persepsi yang terorganisasi tentang diri sendiri. Persepsi ialah kesadaran yang diperoleh melalui alat indra. Menurut Gordon W.Allport menyatakan, bahwa “kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment dan pendidikan.
Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebisaaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebisaaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya (Depkes, 1992).

2.    Proses Pembentukan Kepribadian
Proses pembentukan kepribadian berlangsung melalui interaksi sosial. Dalam berinteraksi individu menerima pesan-pesan dari individu lain. Pesan-pesan ini berbentuk verbal (bahasa) dan verbal seperti isyarat, gerakan bagian tubuh, ekspresi wajah dan sebagainya. Pesan-pesan ini tentang individu yang terlibat dalam interaksi tersebut. Pesan-pesan ini berupa respon individu lain terhadap dirinya, dan bersifat tersurat atau pun tersirat, pesan yang tersurat jelas maknanya karena mengungkapkan respon terbuka orang lain terhadap dirinya. Contoh, manusia yang ingin orang lain dapat berlaku jujur mengatakan, “kamu harus bisa jujur dalam berbisnis dengan saya”, orang ini mengungkapkan pesan yang terbuka, tapi apabila ia mengatakan, “saya tidak dapat lagi berbisnis dengan kamu”, maka pesan bersifat tersirat atau tersembunyi. Pesan tersembunyi tidak jelas maksud, karena itu harus ditafsirkan maksudnya. Di samping itu, pesan tersembunyi membutuhkan kepekaaan untuk menangkapnya.
Pesan-pesan yang membentuk kepribadian ialah pesan-pesan tentang diri. Contoh, kalau laki-laki atau perempuan, bodoh, rajin, pintar dan sebagainya. Pesan-pesan itu tidak begitu saja diterima oleh diri kita. Karena itu kepribadian merupakan kumpulan persepsi yang kompleks yang terbentuk melalui pengolahan pesan-pesan tentang diri. Meskipun demikian kumpulan persepsi-persepsi ini tetap terorganisasi menurut suatu sistem norma yang dianut oleh individu yang kepribadiannya sehat. Ringkasnya, proses pembentukan kepribadian adalah proses pengolahan (menilai, menafsirkan dan mengorganisasikan) pesan-pesan tentang diri sendiri yang diperoleh melalui interaksi sosial.
Tujuan pembentukan kepribadian ialah pemilikan identitas atau konsep diri yang sesuai dengan cita-cita (nilai) dan norma masyarakat. Konsep diri tidak kita peroleh sejak lahir, tapi dibentuk terus sepanjang hidup kita melalui interaksi agar semakin mampu menjadi pribadi yang sejahtera di masyarakatnya.

3. Faktor Pendukung Pembentukan Kepribadian
Menurut Hess (Khasan Effendy,dkk, 1985:39), mengemukakan teori Cooley dan Mead tentang kepribadian yang di dalamnya terdapat uraian yang dapat kita simpulkan sebagi faktor pendukung dalam proses pembentukan kepribadian. Faktor-faktor tersebut berupa kemampuan-kemampuan sebagai serikut :
a.       Kemampuan melihat diri sendiri
Kemampuan  melihat diri sendiri melalui reaksi orang lain atas tindakan kita, karena itu juga kemampuan memasuki kesadaran orang lain. Kemampuan ini memungkinkan kita memiliki dunia makna bersama, punya pengertian yang sama tentang banyak hal.
Pesan-pesan tentang diri sendiri kita peroleh dengan membaca reaksi orang lain, diri kita bercermin pada reaksi orang lain (looking-glass self).
b.      Kemampuan mengambil peranan orang lain
Dengan memasuki kesadaran orang lain seperti tersebut di atas, kita dapat mengambil sikap orang lain terhadap kita, kita berperan sebagai orang lain terhadap diri kita sendiri, hal ini mempengaruhi kepribadian kita sendiri. Juga, kita menjadi bagian dari masyarakat dan masyarakat menjadi bagian dari kita dengan menginternaslisasi kebudayaan dan struktur melalui pelaksanaan peranan orang lain.
c.       Kemampuan manusia mengembangkan norma
Kemampuan manusia mengembangkan norma hingga memiliki norma yang lebih berkualitas. Hal ini karena manusia tidak pasif dalam menerima norma sosial. Dalam diri manusia terjadi percakapan yang memungkinkan perkembangan norma ke arah yang lebih baik atau juga sebaliknya. Karena itu anak manusia membutuhkan sosialisasi agar perkembangannya ke arah yang lebih baik dapat terwujud.

4.      Pengaruh Orang Lain pada Pembentukan Kepribadian
Ada dua kategori orang yang memiliki kepentingan khusus pada pembentukan kepribadian, yaitu :
a.       Orang lain yang bermakna
Orang lain yang bermakna ialah orang yang restu dan kehangatannya dihasratkan. Yang pertama ialah orang tua, kemudian teman sebaya, tokoh idola, suami atau istri. Banyak orang yang ikhlas untuk tidak menerima hadiah atau ganjaran daripada harus dimusuhi oleh mereka. Ucapan dan tindakan mereka sangat memberikan warna dan makna yang dalam bagi keberadaan dirinya.



b.      Orang lain pada umumnya
Ini adalah pandangan umum atau standar masyarakat tentang tingkah laku yang baik. Baik menurut umum merupakan salah satu standar patokan untuk dijadikan sumber rambu-rambu untuk bertindak dan berbuat.

5.      Tahap internalisasi Norma dan Nilai
Tahap kedua perkembangan moral, yaitu kepatuhan kepada peraturan disertai dengan kepercayaan bahwa peraturan itu bersifat baik, benar dan patut dipertahankan. Kepercayaannya dibangun berdasarkan pemahaman terhadap peraturan dan manfaat peraturan bagi kehidupan kelompok. Di sini kepribadian semakin kaya. Tahap ini dialami pada masa remaja.
Tahap ketiga, individu mencapai tahap tertinggi pemahaman tentang morak. Ia memiliki pertimbangan nalar tentang kesejahteraan masyarakat sehubungan dengan norma dan nilai, tentang kebenaran yang umum, dan tentang prinsip moral yang universal seperti keadilan, persamaan hak dan martabat diri. Pemahaman ini berlangsung menjelang berakhirnya masa remaja (Diringkas dari Kohlberg dalam sociology, Hess, beth.B.dkk, 1988).











BAB III
LANDASAN PRAKTIS DAN PEMBAHASAN

A.  Cara Orang Tua Dalam Melatih Jiwa Keberanian Pada Anak
Orang tua dalam mengasuh dan membimbing anak-anaknya setiap hari agar menjadi anak yang gagah berani, karena anak adalah sebagai generasi penerus, maka orang tua sebaiknya membiasakan anak dalam kesehariannya dengan melatihnya dalam bentuk-bentuk, sebagai berikut :

1.      Olah Raga dan Permainan Fisik
Olah raga fisik bermanfaat menumbuhkan keberanian dan keahlian. Kuat saja tetapi tidak mempunyai keberanian dan keahlian akan sia-sia. Demikian juga yang berani tetapi tidak ahli dan lemah, atau yang ahli tetapi lemah dan penakut. Jadi ketiga fungsi saling melengkapi dan semuanya harus ditumbuhkan dalam diri anak semenjak dini hingga besar.
Untuk itu Islam mengajarkan beberapa cabang olah raga utama, seperti disampaikan oleh rasulullah saw. Dalam hadits-haditsnya, “segala sesuatu yang tidak menyebut nama Allah maka ia adalah senda gurau belaka, kecuali empat perkara, yaitu berjalan di antara dua tujuan (untuk memanah), latihannya untuk menunggang kuda, bermain dengan keluarganya dan belajar renangnya”. (HR. Muslim)
Rasulullah Saw bersabda, “ketahuilah, bahwa kekauatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa kakuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah”. Dan juga hadits berikut, “Tidak ada perlombaan (pertaruhan) selain ditapak kaki unta, tapak kaki kuda dan pemanah”. Selain itu Rasulallah Saw.  Pun menganjurkan untuk bermain lembing di masjid.
Berenang, memanah, menunggang kuda dan unta, serta bermain lembing adalah contoh-contoh di zaman Rasulullah Saw. Kepada anak-anak kita perlu ditambahkan latihan menembak, membuat bom, mengendarai mobil, bahkan pesawat. Intinya, semua jenis oleh raga itu membangun kekuatan anak dan  menumbuhkan keberanian serta keahlian.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab bahwa ia berkata, “ajarilah anak kalin berenang, memanah dan berkuda secara lincah”.
Dari sini terlihat bahwa hak anak untuk mendapatkan pendidikan jasmani yang secara khusus disebut oleh Nabi itu menunjukkan bahwa pendidikan jasmani ini mempunyai peran tersendiri dalam kehidupan anak pada masa sekarang maupun yang akan datang. Di samping itu, ia juga mempunyai peran yang besar dalam melahirkan rasa percaya diri anak.
Dalam pendidikan jasmani, seorang anak harus diarahkan untuk menjadikan pribadi yang berani dalam berbagai tantangan. Oleh karena itu, olah raga dan permainan fisik mempunyai sejumlah manfaat dan nilai-nilai. Di antaranya :
1.      Nilai-nilai Jasmaniah (Fisik)
Olah raga dan permainan yang efektif merupakan suatu mendesak bagi pertumbuhan otot-otot anak. Melalui permainan ini anak akan belajar berbagai keterampilan.
2.      Nilai Pendidikan
Melalui olah raga dan permainan ini anak akan belajar mengenal banyak hal tentang berbagai peralatan. Ia juga akan belajar mengenal berbagai bentuk dan warna serta mengenal ukuran dan pakaian. Melalui hal ini seringkali anak juga memperoleh berbagai informasi yang tidak bisa ia dapatkan melalui sarana lain.
3.      Nilai-nilai Kemasyarakatan
Melalui olah raga dan permainan, anak akan belajar bagaimana membangun hubungan sosial kemasyarakatan dengan orang lain dan bagaimana berinteraksi dengan mereka secara baik. Ia juga belajar bekerja sama dan bergaul dengan orang dewasa dengan cara menerima dan memberi (take and give).


4.      Nilai-nilai Akhlaq (Moral)
Melalui olah raga dan permainan ini, anak bisa belajar dasar-dasar konsep salah dan benar, sebagaimana juga ia belajar mengenai sebagian dari timbangan-timbangan akhlak, seperti keadilan, kejujuran, amanah, menahan diri, serta spirit sportivitas.
5.      Nilai-nilai Kreativitas (Inovasi)
Melalui oleh raga dan permainan ini, ia juga bisa mengekspresikan potensi-potensi kreativitasnya serta mengeksperimenkan gagasan-gagasan yang dimilikinya.
6.      Nilai-nilai Personalitas
Melalui olah raga dan permainan ini ia juga bisa menyingkap banyak hal mengenai personalitas dan identitas jati dirinya, seperti mengetahui kemampuan dan kecakapannya dengan cara berinteraksi dengan teman-teman lain dan membandingkan mereka dengan dirinya. Di samping itu, ia juga bisa belajar berbagai persoalannya dan bagaimana cara mengatasinya.
7.      Nilai-nilai Kuratif
Melalui olah raga dan permainan, seorang anak bisa melenyapkan ketegangan yang justru akan melahirkan berbagai keterbelengguan. Oleh karena itu kita temukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang penuh dengan belenggu, perintah dan larangan akan melakukan kegiatan permainan yang lebih banyak daripada anak-anak yang lainnya. Olah raga atau permainan juga menjadi salah satu sarana terbaik untuk menghilangkan rasa permusuhan.

2.      Penyembelihan hewan qurban
Hari raya Qurban identik dengan penyembelihan kambing dan sapi. Acara ritual ini cukup baik pula dijadikan ajang menumbuhkan keberanian anak. Pada kesempatan ini, orang tua perlu mengajak anak-anaknya, terutama yang laki-laki untuk turut membantu proses penyembelihan atau setidaknya menonton.
Dengan melihat proses penjagalan, melihat mengalirnya darah hewan qurban, ini akan menumbuhkan keberanian dalam jiwa anak, sehingga mereka tidak takut melihat darah.

3.    Khitan di Usia Kanak-kanak
Sunnah khitan dilakukan di masa kanak-kanan bagi anak laki-laki. Boleh dilakukan ketika anak masih bayi, atau dalam usia antara 5 tahun hingga 10 tahun. Pilihan yang terakhir ini dapat dimanfaatkan bagi orang tua untuk menumbuhkan keberanian anak. Itu sebabnya, sebelum saat khitan tiba, orang tua harus mempersiapkan mental anak dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak menjadikan momen khitan justru sebagai pengalaman yang menyakitkan dan menakutkan bagi mereka. Karena jika hal ini terjadi, trauma ini bisa membuat anak menjadi penakut hingga dewasa.

B.     Cara Orang Tua Dalam Menerapkan jiwa keberanian Pada Anak Melalui Kisah-kisah Kepahlawanan
Seperti film dan buku-buku cerita yang mengisahkan tentang keberanian para tokoh pahlawan baik yang fiksi maupun nyata, baik untuk mengembangkan keberanian anak, yang perlu diperhatikan adalah kisah-kisah tersebut tidak melampaui batas. Akan lebih baik jika orang tua memilihkan kisah-kisah kepahlawanan para syuhada di zaman Rasulullah Saw. yang sudah banyak dibukukan.
Seperti kisah anak-anak yang di bawah umur yang hidup di zaman Rasulullah Saw yang memaksa Rasulullah Saw untuk diberikan izin ikut berperang melawan kau kafir bersama prajurit muslim lainnya. Mereka memaksa Rasulullah Saw dan berlomba-lomba agar diberikan izin, ketika Rasulullah Saw melihat tekad mereka yang begitu kuat dan bulat, sehingga Rasulullah Saw memberikan izin. Dan mereka tak kalah beraninya dengan para orang tuanya. Tercatat seperti nama Usamah bin Zaid, rafi, Aamurah dan si budak kecil Umair yang ikut berperang semenjak kecil.
Untuk mengambil pelajaran dari cerita di atas, selain untuk mengebangkankeberanian anak, juga mengandung nilai-nilai keutamaan yang sangat baik, seperti tekad yang kuat dan gagah berani sehingga anak semakin memahami mengapa, kapan dan untuk apa mereka harus melatih keberanian sejak kecil. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya mengajak anak untuk berdialog langsung dengan para pejuang yang sudah berpengalaman di medan peperangan adalah alternatif terbaik jika untuk dilakukan.




















BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.  Kesimpulan
Seperti yang sudah di bahas pada bab sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa keluarga adalah satu kesatuan unit masyarakat terkecil yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan serta hubungan darah, di mana satu sama lain saling berhubungan dan berinteraksi. Maka keluarga merupakan sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Kelompok tersebut terbentuk karena adanya ikatan perkawinan;
b.      Kelompok tersebut terbentuk karena adanya hubungan darah atau keturnan;
c.       Kelompok tersebut terbentuk karena adanya adopsi atau pengangkatan anak yang secara hukum dapat dibenarkan;
d.      Antara anggota dalam keluarga terjadi interaksi dan saling ketergantungan; dan
e.       Adannya hidup bersama dengan status dan peran yang berbeda serta terjadi pewarisan kebudayaan.
Sedangkan kepribadian adalah persepsi tentang diri sendiri dan oleh diri sendiri. Tujuannya adalah pemilikan identitas atau konsep diri yang sesuai dengan cita-cita dan norma masyarakat.

B.     Rekomendasi
Agar orang tua dan pendidik dalam membentuk kepribadian anak yang baik, hendaknya :
1.      Orang tua atau pendidik harus menyekolahkan anak baik formal maupun informal untuk mempersiapkan kedewasan anak dan masa depan anak.
2.      Orang tua atau pendidik harus mempersiapkan anak menjadi masyarakat yang baik.
3.      Orang tua atau pendidik wajib melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik dan tidak bertanggung jawab.
4.      Orang tua atau pendidik ikut merasakan perasaan suasana anak dan anggota lain dalam berkomunikasi.
5.      Orang tua atau pendidik wajib memperkenalkan dan mengajak anak dalam kehidupan beragama.
6.      Berikanlah anak waktu untuk rekreasi dan berimajinasi agar mencapai keseimbangan kepribadian yang baik.

Dan untuk menumbuhkan keberanian pada anak semenjak dini, orang tua dan pendidik sebaiknya melatih anak dengan :
1.      Membisakan dengan olah raga dan permainan fisik, seperti berenang, memanah, berkuda dan unta serta bermain lembing.
2.      Melihat proses penyembelihan hewan qurban, seperti kambing dan sapi yang dilakukan pada hari raya.
3.      Khitan di usia kanak-kanak, bagi laki-laki. Boleh dilakukan ketika masih bayi atau dalam usia antara 5 tahun hingga 10 tahun.











DAFTAR PUSTAKA

Harsojo. 1972. Pengantar Antropologi. Bandung : Binatjipta.
Irawati Istadi. 2002. Istimewakan Setiap Anak. Jakarta : Pustaka Inti.
Khasan Effendy. 1994. Sosiologi. Jakarta : Indra Prahasta.
Nasrul Effemdy. 1998. Dasar-dasar Kperawatan Kesehatan masyarakat. Jakarta : Balai Pustaka.
Poerwadarminta. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Puataka.
Muhammad Nur Abdul hafizh Suwaid. 2006. Mendidik Anak Bersama Nani Saw. Solo : Pustaka Arafah.
Ali Qaimi. 2003. Mengajarkan Keberanian dan Kejujuran Pada Anak. Jakarta : Penerbit Cahaya.








Tidak ada komentar: